Jatim
Lagi-Lagi Rakyat Kecil Jadi Korban Hukum, Agung Wibowo Tuntut Keadilan

SIDOARJO, Bebas.co.id,
Sidang perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Agung Wibowo kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo pada Kamis (20/3/2025).
Persidangan yang berlangsung di Ruang Sari itu dipimpin oleh Hakim Ketua Bambang Tranggono, S.H., M.H., dengan Hakim Anggota Yuli Efendi, S.H., M.H., dan Rudy Setiawan, S.H.
Sidang ini mengadili perkara dengan nomor 661/PID.SUS/2024/PN.SDA.
Dalam nota pembelaannya, Agung Wibowo menolak tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang mengajukan hukuman delapan tahun penjara. Ia menyatakan bahwa tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta hukum yang ada.
“Saya tidak sepakat dan menolak tuntutan jaksa karena tidak sesuai dengan data dan fakta hukum sebenarnya. Saya disangka, ditangkap, ditahan, dan diadili tanpa adanya pelapor. Bagaimana saya bisa menjawab atau membuktikan sesuatu jika pihak yang melaporkan saya tidak ada?” tegas Agung dalam persidangan.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum penetapannya sebagai tersangka, mengingat laporan polisi nomor LP-B/472/VI/RES.1.11/2020/UM/SPKT Polda Jatim tanggal 13 Juni 2020 mencantumkan terlapor lain, yakni Miftahur Roiyan dan Musofaini, bukan dirinya.
Dalam persidangan, saksi pelapor Antony Hartato Rusli memberikan kesaksian yang mengejutkan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melaporkan Agung Wibowo atas dugaan TPPU dan tidak merasa dirugikan oleh terdakwa.
“Saya tidak pernah melaporkan Pak Agung Wibowo. Saya juga tidak merasa dirugikan oleh beliau. Tidak ada aliran dana dari rekening saya atau perusahaan ke Pak Agung. Pembayaran dalam transaksi jual beli ini saya lakukan langsung kepada Miftahur Roiyan sebesar Rp15 miliar dan H. Musofaini sebesar Rp28,7 miliar. Setahu saya, Pak Agung hanya berperan sebagai makelar,” ungkap Antony di hadapan majelis hakim.
Kesaksian ini memperkuat argumen pihak terdakwa bahwa kasus ini penuh kejanggalan dan Agung Wibowo tidak seharusnya menjadi tersangka.
Kuasa hukum Agung Wibowo, Agus Purwono, menilai tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan sangat tidak adil. Menurutnya, seluruh transaksi senilai Rp43 miliar dalam perkara ini adalah pembayaran kepada penjual, bukan tindakan pencucian uang.
“Kami akan membuktikan bahwa semua transaksi ini adalah untuk kepentingan penjual, yakni Musofaini dan Miftahur Roiyan. Tidak ada kaitannya dengan dugaan TPPU. Oleh karena itu, barang bukti yang disita oleh kejaksaan maupun kepolisian harus dikembalikan,” jelas Agus Purwono kepada awak media.
Sidang yang telah berlangsung panjang ini ditunda selama satu minggu untuk memberi waktu kepada tim kuasa hukum dalam menyusun pembelaan lebih lanjut.
“Kami berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang adil. Jika memang tidak terbukti melakukan TPPU, maka Mas Agung harus dibebaskan,” tegas Agus.
Kasus ini kembali menjadi sorotan karena dianggap menunjukkan ketidakadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Banyak pihak berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan semua bukti dan kesaksian secara objektif, sehingga tidak ada lagi rakyat kecil yang menjadi korban kesalahan hukum, (rakyat menangis).
HARIFIN
